Manajemen Rohaniah atas Musibah

Manajemen rohaniah atas musibah. Musibah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa; bencana; dan malapetaka.
Kang Sodikin
Musibah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa; bencana; dan malapetaka. Bagi seseorang yang tertimpanya, akan mengalami peristiwa traumatis dan kesedihan yang luar biasa. Lama tidaknya efek kesedihan yang diakibatkan oleh sebuah musibah bagi si penerima, sangat tergantung pada kekuatan psiko-rohani dan efektifitas menjalankan manajemen rohaniah atas musibah.

manajemen-rohaniah-atas-musibah

Bagi orang yang beriman, musibah adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang yang beriman juga menyadari bahwa suatu saat nanti pasti akan mendapatkan ujian (musibah) dari Allah dalam bentuk apapun dan dalam waktu kapanpun sesuai dengan ketentuan Allah

Allah berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun".” (QS. Al-Baqarah : 155-156)

Musibah yang dialami oleh seseorang dalam berbagai bentuknya dapat dipahami sebagai sebuah ujian keimanan, azab atau siksa, dan peringatan dari Allah SWT.

Hakekat Musibah


Hakekat musibah bagi orang yang beriman adalah ujian. Artinya, setiap individu beriman akan mendapatkan ujian keimanan yang berupa musibah sesuai kadar keimanannya. Ujian ini dikandung maksud untuk menguji kadar dan kualitas keimanam seseorang. Semakin dia mampu bersabar dalam menghadapi ujian (musibah) dari Allah maka semakin berkualitaslah keimanannya. Bagi orang yang beriman, musibah adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang yang beriman juga menyadari bahwa suatu saat nanti pasti akan mendapatkan ujian (musibah) dari Allah dalam bentuk apapun dan dalam waktu kapanpun sesuai dengan ketentuan Allah.

Sedangkan bagi orang-orang yang banyak berbuat kemaksyiatan kepada Allah, musibah sesungguhnya adalah azab atau siksa di dunia. Dalam banyak ayat maupun Hadits dijelaskan bahwa setiap kejahatan yang dilakukan manusia, apapun bentuk dan dalam kadar apapun, akan membawa konsekuensi ilahiyah. Konsekuensi ilahiyah inilah yang kemudian disebut dengan azab atau musibah. Musibah yang dialami orang-orang kafir merupakan siksa di dunia, sedangkan di akherat dia masih harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah dalam Majlis sidang Makhsyar.

Sedangkan bagi orang-orang yang tingkat kemaksiyatannya kecil, musibah merupakan peringatan atau cambuk untuk segera kembali kepada jalan yang benar.

Orang-orang yang beriman tiap kali tertimpa musibah hal pertama yang selayaknya dilakukan adalah muhasabah atau evaluasi diri. Hal ini dilakukan dalam rangka berjaga-jaga, jangan-jangan musibah yang sedang menimpanya adalah azab atau peringatan Allah karena dosa dan kemaksiyatannya. Kesadaran untuk selalu evaluasi diri dalam situasi apapun akan berdampak pada sikap takwa. Dan apa yang dilakukan ini adalah bagian dari manajemen rohaniah atas musibah.

Manajemen rohaniah atas musibah


Apabila kita tertimpa musibah, maka kita harus melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam mengelola musibah tersebut.

Langkah-langkah pengelolaan ini kemudian kita sebut sebagai manajemen rohaniah (manajemen yang bersifat rohani) musibah. Pengertian manajemen musibah yang dimaksudkan dalam catatan kang sodikin ini tentu berbeda dengan pengertian pemerintah. Kalau manajemen musibah dalam terminologi pemerintah adalah bagaimana mengambil tindakan dalam kontek fisik setelah terjadinya bencana. Misalnya adalah mengalokasikan anggaran, membangun dapur umum, membagikan tenda, selimut, dsb. Kalau dalam blog ini dimaksudkan sebagai tindakan pribadi yang bersifat rohani setelah menerima musibah dari Allah.

Tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang beriman dalam rangka manajemen rohaniah atas musibah adalah sebagai berikut :

  • muhasabah
  • Orang-orang yang beriman tiap kali tertimpa musibah selayaknya hal pertama yang dilakukan adalah muhasabah atau evaluasi diri. Hal ini dilakukan dalam rangka berjaga-jaga, jangan-jangan musibah yang sedang menimpanya adalah azab atau peringatan Allah karena dosa dan kemaksyiatannya. Kesadaran untuk selalu evaluasi diri dalam situasi apapun akan berdampak pada sikap takwa.
  • membangun kesadaran bahwa musibah adalah sebuah keniscayaan dan berlakunya bagi seluruh orang beriman, tidak hanya dia seorang yang tertimpa musibah
  • Hal ini penting, mengingat ada sebagian orang yang beranggapan bahwa yang mendapatkan musibah hanya dia seorang sementara yang lain berlimpah nikmat dan anugrah Allah. Biasanya hal ini berakibat pada tidak ikhlasnya seseorang menerima ketentuan dan kehendak Allah. Demikian juga tidak diperkenankan munculnya anggapan bahwa musibah yang menimpanya adalah paling besar dan berat bila dibandingkan dengan musibah yang menimpa orang lain.
  • bersabar, yaitu membangun kesadaran bahwa musibah adalah bagian dari ketentuan dan pengaturan Allah bagi hamba-hambanya
  • Bagi orang yang beriman penting memahami dan mensikapi lafal :
    اِنَّا لِلّٰهِ وِانَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
    “sesungguhnya kami adalah milik Allah dan susungguhnya kami akan kembali kepada-Nya” Lafal di atas mengandung pernyataan bahwa manusia termasuk seluruh yang melekat padanya : jiwa, raga, harta benda, keluarga dan sebagainya adalah milik Allah. Dan pasti apapun –karena milik Allah—akan kembali kepada-Nya.
  • bertawakkal, menyerahkan semuanya kepada Allah
  • Orang-orang yang beriman yakin bahwa musibah merupakan bagian dari rencana dan kehendak Allah atas hamba-hambanya. Maka serahkan saja semuanya kepada Allah sebagai Dzat yang Maha Mengatur. Tidak ada gunanya meratap dan menangis yang berlebihan, apalagi mengajukan protes kepada Allah.
  • berdoa, mohon kepada Allah untuk diberikan yang terbaik
  • Di antara doa yang dapat dibaca saat tertimpa musibah adalah :
    اللهم اجرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها
    ALLO-HUMMA AJIRNI- Fl-MUSHIBATI- WAKHLUFLI- KHAIRAN MINHA- “Ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku dan gantikanlah untukku yang lebih baik daripadanya"
  • segera bangkit
  • Segera mulai beraktifitas kembali. Jangan biarkan pikiran-pikiran kosong dan angan-angan tentang peristiwa yang baru saja menimpa mengganggu. Semakin lama berdiam diri dan berangan-angan maka akan semakin lama pula musibah tersebut mengganggu baik fisik maupun psikis. Jangan sampai musibah yang sesungguhnya merupakan ketentuan dan kehendak (qudrah dan iradah) Allah menyebabkan kita stress dan bahkan sampai kehilangan kewarasan.
  • membangun komunikasi dengan sesama
  • Membangun komunikasi dengan sesama, apalagi dengan orang yang telah berhasil secara rohani mengelola musibahnya adalah sangat dianjurkan. Kepada mereka kita pantas belajar dan menggali pengalaman mereka dalam mengelola dan mensikapi setiap musibah. Bagaimana mereka bisa lepas dari tekanan dan berhasil bangkit menjadi orang yang ikhlas dan sabar terhadap musibah yang sudah Allah timpakan kepadanya. Semua itu penting kita jadikan teladan.

Baca juga: Mempertanyakan Kebijakan Impor Indonesia

Demikianlah Catatan Kang Sodikin seputar manajemen rohaniah atas musibah.
Semoga bermanfaat.
Kang Sodikin
Seorang blogger pemula dan penggemar fotografi makro. Belakangan, meski terbilang terlambat, sejak tahun 2017 mulai menekuni dunia blogging. Kang Sodikin suka berbagi informasi tentang banyak hal. Pengalaman pribadi dan dari hasil baca-baca dishare melalui blog sodikin.com ini. Mempunyai motto hidup "sekecil apapun, hidup harus memberi manfaat kepada orang lain"
Komentar
Silahkan berkomentar dengan bijak. Semoga komentar Anda berdampak pada kebaikan.